SAMARINDA – Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan, menekankan pentingnya penyusunan roadmap penanggulangan bencana yang komprehensif dan berbasis data. Menurutnya, kejelasan arah kebijakan menjadi kunci agar alokasi anggaran penanggulangan bencana benar-benar tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan daerah.
Agusriansyah menyebut, penanggulangan bencana setidaknya harus difokuskan pada tiga tahapan utama, yakni prabencana, penanganan bencana, dan pascabencana.
“Fokus kita sebenarnya jelas. Pertama prabencana, kedua penanganan bencana, dan ketiga pascabencana. Yang kami butuhkan itu roadmap dari tiga poin ini,” kata Agusriansyah dalam rapat bersama mitra kerja di Samarinda, Selasa (16/12/2025).
Ia menjelaskan, tanpa adanya peta jalan yang jelas, proses penganggaran justru berpotensi tidak menyentuh substansi persoalan. Hal tersebut dapat membuat distribusi anggaran menjadi tidak efektif dan tidak berbasis kebutuhan riil.
“Kalau roadmap-nya tidak muncul, nanti kita bingung mendistribusikan anggaran. Uangnya ada, tapi tidak mengarah pada substansi yang diinginkan,” ujarnya.
Pada tahap prabencana, Agusriansyah menekankan pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan yang didukung data peta risiko bencana berbasis spasial.
Menurutnya, perkembangan wilayah dan kota di Kalimantan Timur harus diikuti dengan pemetaan risiko yang akurat.
“Kalau bicara peralatan dan mitigasi, berarti kita harus punya peta risiko bencana atau PRB berbasis spasial. Kota berkembang, risikonya juga berubah, itu harus dipetakan,” tegasnya.
Ia juga mendorong integrasi data lintas sektor, mulai dari Dinas Lingkungan Hidup, sumber daya air, pekerjaan umum, BMKG, Badan Informasi Geospasial, hingga kalangan akademisi.
“Data itu jangan parsial. Harus terintegrasi antara DLH, SDA, PU, BMKG, BIG, dan akademisi. Kalau ini dibikin, baru kebijakan kita kuat,” katanya.
Selain itu, Agusriansyah meminta pemerintah daerah menetapkan fokus risiko utama bencana di Kaltim, seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan lahan, abrasi pesisir, hingga potensi bencana lainnya.
“Risiko utama Kaltim itu apa? Banjir, longsor, karhutla, abrasi pesisir. Itu harus jelas. Dari situ baru anggaran didistribusikan, wilayah mana yang diprioritaskan,” ujarnya.
Ia menegaskan, DPRD siap mendorong alokasi anggaran jika kebijakan eksekutif disusun berbasis risiko dan spasial. Namun tanpa perencanaan tersebut, program sulit untuk dijalankan.
“Kalau tidak dibuat, tentu itu tidak bisa kita programkan. Uang itu mengikuti program, bukan sebaliknya,” katanya.
Pada aspek mitigasi struktural dan non-struktural, Agusriansyah menilai pemerintah perlu memiliki gambaran yang jelas, mulai dari normalisasi daerah aliran sungai (DAS), penguatan tanggul, hingga penegakan tata ruang berbasis daya dukung lingkungan.
“Apakah mau normalisasi DAS Mahakam, Karang Mumus, Sungai Karangan, Sungai Graha, atau penguatan tanggul? Itu harus jelas. Termasuk penegakan RTRW dan moratorium izin,” ucapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya penguatan kesiapsiagaan masyarakat, termasuk penerapan sistem komando penanganan darurat atau Incident Command System (ICS) di BPBD agar SOP penanganan bencana dipahami semua pihak.
“Penempatan logistik juga harus strategis, berbasis kelas dan wilayah rawan. Itu harus ada gambaran jelas,” tambahnya.
Sementara untuk tahap pascabencana, Agusriansyah menekankan perlunya perencanaan yang matang terkait rehabilitasi dan rekonstruksi, termasuk skema relokasi warga terdampak.
“Pascabencana itu isinya rehabilitasi dan rekonstruksi. Harus jelas pendekatannya bagaimana, rekonstruksinya seperti apa, relokasinya bagaimana,” tegasnya.
Dengan perencanaan yang terintegrasi dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, ia berharap penanggulangan bencana di Kalimantan Timur tidak lagi bersifat reaktif, melainkan sistematis dan berkelanjutan.
“Kalau semua sudah dipetakan, pada saat bencana terjadi, semua pihak sudah tahu harus bergerak bagaimana dan melakukan apa,” pungkas Agusriansyah.
MIN | ADV DPRD KALTIM
![]()











