SAMARINDA – Samarinda masih bergelut dengan persoalan klasik yang tak kunjung selesai: banjir. Kota yang dibelah oleh sungai mahakam itu membutuhkan kerja kolektif yang konsisten, bukan solusi parsial yang berhenti di satu titik. Hal inilah yang kembali ditegaskan Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Agus Suwandy.
Menurut Agus, penanganan banjir di Samarinda tidak bisa dibebankan hanya kepada satu pihak. Pemerintah Kota Samarinda dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur harus terus berjalan beriringan, bekerja sama setiap hari, karena persoalan yang dihadapi bersifat lintas wilayah dan lintas kewenangan.
“Pemkot dengan Pemprov ini memang harus kerja sama setiap hari mengatasi persoalan banjir di Samarinda. Karena Samarinda ini kan dibelah oleh banyak sungai Karang Mumus, Karang Asam, Sungai Lok Bahu, Karang Asam Besar, Karang Asam Kecil. Segmennya beda-beda,” ujar Agus di Samarinda, Jumat (19/12/2025).
Selama ini, perhatian besar memang tertuju pada Sungai Karang Mumus. Sungai utama tersebut sudah beberapa kali dikeruk dan hingga kini proses normalisasi masih terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Samarinda, bekerja sama dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) serta Pemerintah Provinsi Kaltim.
Upaya tersebut, kata Agus, patut diapresiasi karena terbukti mengurangi genangan di sejumlah wilayah. Namun, ia mengingatkan bahwa Karang Mumus hanya mencakup sekitar sepertiga persoalan banjir di Samarinda.
“Sekarang perhatian utama kita memang Karang Mumus, dan itu bagus. Sudah dilakukan pengerukan berkali-kali, dan hasilnya mulai terasa di beberapa wilayah. Tapi Karang Mumus itu baru sepertiga dari wilayah Samarinda yang kita atasi,” tegasnya.
Agus menilai, masih ada sungai-sungai lain yang tak kalah krusial namun belum tertangani secara optimal, seperti Karang Asam Besar, Karang Asam Kecil, dan Sungai Lok Bahu. Padahal, wilayah-wilayah tersebut juga menjadi penyumbang banjir yang signifikan, terutama di kawasan padat penduduk seperti Air Putih.
“Karang Asam Besar itu wilayah Air Putih, dan itu tidak ada sangkut pautnya dengan Karang Mumus. Jadi tidak bisa hanya fokus ke satu sungai saja,” katanya.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi penuh antara BWS, Pemerintah Kota Samarinda, dan Pemerintah Provinsi Kaltim untuk menangani seluruh alur sungai yang membelah kota. Termasuk menyelesaikan hambatan teknis di lapangan, seperti pipa-pipa PDAM, instalasi milik PLN, hingga utilitas lainnya yang melintang di jalur sungai.
“Soal pipa-pipa PDAM, jalur PLN, itu sebenarnya bukan kendala besar. Itu sifatnya koordinatif saja. PDAM kan milik pemerintah kota. Provinsi memang tidak punya PDAM, tapi bisa diperintahkan, bisa dikoordinasikan,” jelas Agus.
Menurutnya, hambatan teknis tidak boleh dijadikan alasan untuk memperlambat penanganan banjir. Semua pihak harus duduk bersama dan menyepakati langkah-langkah konkret demi kepentingan warga Samarinda.
“Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan kalau semua mau bekerja sama. Ini soal kemauan dan koordinasi,” ujarnya.
Agus menegaskan, banjir Samarinda tidak akan pernah tuntas jika penanganannya dilakukan secara parsial. Karang Mumus, Karang Asam Besar, Karang Asam Kecil, hingga Sungai Lok Bahu harus diperlakukan sebagai satu kesatuan sistem hidrologi kota.
“Tidak bisa hanya Karang Mumus saja. Gak bisa sendiri-sendiri. Harus saling. Samarinda ini satu kesatuan. Kalau mau selesai, ya harus semua kita benahi bersama-sama,” pungkasnya.
MIN | ADV DPRD KALTIM
![]()











