SAMARINDA – Cuaca ekstrem dengan intensitas hujan tinggi yang mengguyur wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam beberapa hari terakhir kembali memicu kerusakan serius di jalur poros Samarinda–Balikpapan. Titik longsor di Kilometer 28, Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, kini berada dalam kondisi kritis dan terancam putus total, Rabu (24/12/2025).
Pantauan di lapangan menunjukkan badan jalan di segmen menanjak tersebut mengalami rekahan tanah sepanjang kurang lebih 100 meter. Struktur aspal tampak terbelah, sementara sebagian bahu jalan mulai ambles. Kondisi ini tidak hanya mengganggu arus lalu lintas, tetapi juga membahayakan keselamatan pengguna jalan, mengingat jalur tersebut merupakan urat nadi penghubung dua kota besar di Kalimantan Timur.
Menanggapi kondisi itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Akhmed Reza Fachlevi, menyampaikan keprihatinannya atas kejadian yang dinilai terus berulang.
“Pertama, kami tentu turut prihatin atas kejadian yang terulang kembali ini. Dan ini menjadi catatan penting bagi kita semua,” kata Reza saat di hubungi melalui telepon.
Ia menjelaskan, Komisi III DPRD Kaltim sebenarnya telah lebih dulu meminta Dinas PUPR Provinsi Kaltim untuk berkoordinasi dengan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), mengingat status jalan tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat.
“Beberapa waktu lalu, kami mendapat laporan bahwa lokasi itu sudah ditangani oleh BBPJN. Sudah dilakukan perbaikan sementara, batu dihampar di lokasi, dan itu dikoordinasikan juga dengan kepala desa setempat,” ujarnya.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan longsor kembali terjadi. Hal ini memunculkan berbagai dugaan, termasuk kemungkinan keterkaitan dengan aktivitas pertambangan di sekitar kawasan tersebut.
“Ada dugaan terkait aktivitas pertambangan, dalam hal ini PT BSSR. Tapi kami tidak bisa langsung menyimpulkan bahwa ini akibat tambang,” tegas Reza.
Menurutnya, Komisi III tidak dalam posisi untuk menilai aspek teknis pertambangan. Apalagi, sebelumnya DPRD Kaltim telah menyurati Dinas ESDM, dan inspeksi tambang dari pemerintah pusat juga telah dilakukan.
“Komisi III sudah menyurati ESDM dan sudah ada rilis dari inspektur tambang pusat yang turun ke lapangan. Jadi tidak bisa serta-merta disimpulkan,” jelasnya.
Karena itu, Reza menilai langkah paling tepat ke depan adalah melakukan penanganan struktural secara permanen, bukan sekadar perbaikan sementara yang berulang kali gagal menahan kerusakan.
“Langkah yang tepat adalah bagaimana BBPJN ke depan bisa melakukan rekonstruksi jalan secara permanen. Mungkin dengan pembangunan turap, pemancangan, atau skema teknis lainnya, supaya tidak rusak kembali,” ujarnya.
Meski kewenangan berada di tangan pemerintah pusat, DPRD Kaltim meminta Dinas PUPR Provinsi Kaltim tetap aktif memberikan masukan teknis berdasarkan kondisi riil di lapangan.
“Walaupun ini ranahnya nasional, kami tetap meminta Dinas PUPR Provinsi Kaltim memberikan masukan terkait kondisi di sana,” kata Reza.
Selain itu, Komisi III juga mendesak adanya keterbukaan informasi kepada publik, khususnya terkait hasil pemeriksaan inspektur tambang.
“Kami belum menerima catatan resmi dari Dinas ESDM terkait hasil inspeksi tambang tersebut. Padahal, hasil dari inspektur tambang yang sudah turun itu wajib dipublikasikan kepada masyarakat,” tegasnya.
Sebagai langkah darurat, Reza juga meminta adanya pengaturan lalu lintas sementara, terutama bagi kendaraan bertonase berat, untuk mengurangi beban pada ruas jalan yang sudah kritis.
“Untuk sementara, kami meminta adanya pengalihan lalu lintas, khususnya kendaraan dengan volume dan tonase berat, agar tidak melintas dulu,” pungkasnya.
MIN | ADV DPRD KALTIM
![]()












