GARUDASATU.CO

Pendidikan Lingkungan Masuk Kurikulum Nasional, DPRD Kaltim Minta Penyesuaian dengan Realitas Ekologis Daerah

SAMARINDA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur menyambut positif kebijakan nasional yang memasukkan pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum sekolah. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis untuk menanamkan kesadaran ekologis sejak usia dini, sekaligus membentuk generasi yang lebih peduli terhadap keberlanjutan lingkungan.

Namun demikian, DPRD Kaltim menegaskan bahwa penerapan kebijakan tersebut di daerah tidak bisa diseragamkan begitu saja. Kalimantan Timur memiliki karakter dan tantangan lingkungan yang jauh lebih kompleks dibandingkan banyak daerah lain di Indonesia.

Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti, menilai provinsi ini berada di bawah tekanan ekologis yang khas dan berat. Aktivitas pertambangan berskala besar, pembukaan kawasan hutan, hingga kerusakan sejumlah daerah aliran sungai telah menjadi bagian dari realitas sehari-hari masyarakat.

“Kondisi lingkungan di Kaltim itu nyata, bukan sekadar teori. Karena itu, harus menjadi bagian utama dalam proses pembelajaran di sekolah,” ujar Damayanti beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pendidikan lingkungan hidup di Kaltim tidak boleh berhenti pada tataran konsep dan definisi. Isu lingkungan di daerah ini bukanlah sesuatu yang abstrak atau jauh dari kehidupan anak-anak, melainkan persoalan yang mereka lihat, rasakan, dan alami secara langsung.

“Pembelajaran lingkungan harus berbasis pada pengalaman nyata. Anak-anak di Kaltim perlu memahami lingkungan dari apa yang mereka lihat dan alami setiap hari,” katanya.

Damayanti menyoroti praktik pendidikan selama ini yang masih menempatkan materi lingkungan hidup sebatas pengetahuan umum.

Padahal, berbagai persoalan lokal semestinya bisa dijadikan bahan pembelajaran konkret, mulai dari keberadaan lubang bekas tambang yang membahayakan, meningkatnya risiko banjir akibat perubahan bentang alam, hingga penurunan kualitas air bersih di sejumlah wilayah.

“Persoalan-persoalan seperti ini seharusnya masuk ke ruang kelas sebagai contoh nyata, supaya anak-anak paham dampaknya terhadap kehidupan mereka,” ujarnya.

Sebagai langkah ke depan, Damayanti mendorong Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk menyusun kurikulum yang lebih adaptif dan responsif terhadap kondisi daerah. Penyusunan modul pembelajaran berbasis lokal, pembelajaran di lapangan, serta kerja sama dengan perguruan tinggi dan komunitas pemerhati lingkungan dinilainya sebagai langkah strategis.

“Kebijakan dari pusat itu adalah kerangka. Daerah harus mengisinya sesuai dengan kondisi masing-masing. Tidak bisa sekadar menyalin tanpa penyesuaian,” tegasnya.

Selain substansi kurikulum, Damayanti juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas tenaga pendidik. Tanpa pelatihan khusus dan pemahaman yang memadai, guru akan kesulitan menyampaikan persoalan lingkungan Kalimantan Timur secara utuh dan mendalam kepada peserta didik.

“Guru harus dibekali dengan pengetahuan dan konteks lokal. Kalau tidak, materi lingkungan hanya akan jadi teori di buku pelajaran,” katanya.

Ia menilai penguatan pendidikan lingkungan hidup bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan akademis, melainkan sebagai investasi jangka panjang dalam membangun karakter generasi muda. Apalagi, Kalimantan Timur diproyeksikan menjadi pusat pemerintahan nasional, yang otomatis membawa tanggung jawab ekologis yang lebih besar.

“Kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan harus ditanamkan sejak bangku sekolah. Kalau tidak dimulai sekarang, siklus kerusakan lingkungan akan terus berulang,” pungkas Damayanti.

MIN | ADV DPRD KALTIM

Loading

BAGIKAN:

TINGGALKAN KOMENTAR ANDA

BERITA TERKAIT