GARUDASATU.CO

Perambahan Hutan Sungai Wain Terbongkar, DPRD Kaltim Desak Pengusutan hingga Aktor Utama

SAMARINDA – Terbongkarnya praktik perambahan hutan di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW), Kota Balikpapan, kembali membuka borok lama lemahnya perlindungan kawasan konservasi di Kalimantan Timur. Kawasan yang seharusnya menjadi benteng ekologis itu justru dibuka secara ilegal dengan alat berat dan direncanakan dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Kalimantan mengungkap kasus tersebut pada 17 November 2025. Dalam pengungkapan itu, petugas menemukan pembukaan lahan seluas kurang lebih 30 hektare setara dengan sekitar 42 lapangan sepak bola standar di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi undang-undang.

Pengembangan perkara berlanjut dengan penetapan dua tersangka pada Senin (22/12). Keduanya masing-masing berinisial RMA, selaku penanggung jawab kegiatan, dan H, yang berperan sebagai pengawas lapangan.

Selain itu, aparat juga menyita dua unit alat berat yang digunakan untuk merambah kawasan hutan lindung tersebut. Seluruh barang bukti kini diamankan untuk kepentingan proses hukum lebih lanjut.

Menanggapi kasus ini, Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sabaruddin Panrecalle, meminta aparat penegak hukum tidak berhenti pada pelaku lapangan semata. Ia mendesak agar pengusutan dilakukan secara menyeluruh hingga ke aktor utama di balik kejahatan lingkungan tersebut.

“Jangan hanya yang bekerja di lapangan yang diproses. Aparat harus menelusuri sampai ke akar persoalan, termasuk siapa pengusaha atau pihak yang memerintahkan perambahan ini,” tegas Sabaruddin, Rabu (24/12).

Menurut politisi Partai Gerindra itu, praktik perambahan hutan dalam skala besar seperti ini mustahil terjadi tanpa adanya perencanaan matang dan dukungan modal yang kuat. Karena itu, penegakan hukum harus menyasar pihak-pihak yang menikmati keuntungan terbesar dari alih fungsi ilegal kawasan hutan lindung.

Ia juga mengingatkan agar penanganan perkara dilakukan secara serius dan berkelanjutan, bukan sekadar penindakan awal yang berakhir tanpa kepastian hukum.

“Jangan sampai hanya ramai di awal, lalu mengendap. Penanganannya harus konsisten sampai ada putusan hukum yang jelas,” ujarnya.

Lebih jauh, Sabaruddin menilai peristiwa tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap kawasan HLSW. Menurutnya, pembukaan lahan hingga puluhan hektare tidak mungkin terjadi dalam waktu singkat tanpa diketahui oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pengawasan.

“Proses membuka lahan seluas itu pasti membutuhkan waktu yang lama. Kalau tidak terpantau, berarti ada kecolongan. Ini harus menjadi bahan evaluasi bersama,” katanya.

Ia pun mendorong pemerintah daerah dan instansi terkait untuk memperketat pengawasan kawasan konservasi, tidak hanya di Balikpapan tetapi juga di wilayah lain di Kalimantan Timur yang memiliki karakteristik serupa.

“Negara sudah menyiapkan anggaran untuk pengawasan. Artinya, sistem yang ada belum berjalan maksimal dan perlu diperbaiki,” tegasnya.

Sabaruddin menekankan bahwa Hutan Lindung Sungai Wain memiliki peran strategis bagi keseimbangan lingkungan Balikpapan dan sekitarnya, termasuk sebagai kawasan resapan air dan penyangga ekosistem. Karena itu, setiap bentuk pelanggaran di kawasan tersebut harus ditindak tegas sebagai efek jera.

“Kalau ini dibiarkan, kerusakan lingkungan akan terus berulang dan masyarakat yang menanggung dampaknya,” pungkasnya.

MIN | ADV DPRD KALTIM

Loading

BAGIKAN:

TINGGALKAN KOMENTAR ANDA

BERITA TERKAIT