SAMARINDA – Sejumlah aset strategis milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) hingga kini masih dibiarkan “tertidur”, tanpa aktivitas dan tanpa kontribusi nyata bagi pendapatan daerah. Padahal, nilai ekonomi aset-aset tersebut tidak kecil dan seharusnya bisa menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensial.
Kondisi ini menjadi sorotan serius Komisi II DPRD Kalimantan Timur. Wakil rakyat menilai lemahnya pengelolaan aset telah membuat potensi ekonomi daerah menguap bertahun-tahun tanpa kejelasan.
Beberapa aset yang masuk kategori tidak produktif antara lain Mess Pemprov Kaltim di Jalan Ery Suparjan, lahan eks Puskib di Kelurahan Mekar Sari, hingga bangunan Hotel Royal Suite di Jalan Syarifuddin Yoes. Fasilitas-fasilitas tersebut terlihat terbengkalai, tanpa aktivitas usaha, tanpa perawatan memadai, dan tanpa kontribusi finansial yang jelas ke kas daerah.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Muhammad Husni Fahruddin, menyebut situasi ini tidak bisa lagi dibiarkan. DPRD, kata dia, tengah menyiapkan langkah penertiban sebagai bentuk ketegasan negara terhadap aset milik publik.
“Kita perlu mengambil sikap tegas untuk memastikan aset provinsi tidak terus menguap tanpa manfaat. Ini bukan soal kecil, ini soal tanggung jawab pengelolaan kekayaan daerah,” tegas Husni di Samarinda beberapa waktu lalu.
Penertiban Dimulai dari Penanda Resmi
Menurut Husni, salah satu langkah awal yang akan dilakukan Komisi II adalah pemasangan penanda resmi kepemilikan aset Pemprov Kaltim. Langkah ini dinilai penting sebagai bentuk pengambilalihan simbolik sekaligus administratif terhadap aset yang selama ini terkatung-katung.
Ia menjelaskan, penertiban tidak hanya menyasar bangunan yang secara fisik tidak digunakan, tetapi juga aset yang status pengelolaannya tidak jelas, baik karena dokumen administrasi yang tidak diperbarui maupun karena dibiarkan tanpa kepastian pemanfaatan.
“Banyak aset yang secara administrasi tidak rapi. Tidak ada kejelasan siapa yang mengelola, kontraknya bagaimana, kontribusinya ke daerah berapa. Ini berbahaya dan membuka celah penyalahgunaan,” ujarnya.
Husni tidak menampik bahwa langkah penertiban berpotensi memunculkan resistensi, bahkan sengketa hukum dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Namun Komisi II DPRD Kaltim menyatakan siap menghadapi risiko tersebut.
“Kalau harus sampai ke proses hukum, kami tidak keberatan. Ini bagian dari komitmen menjaga aset daerah. Negara tidak boleh kalah oleh pembiaran,” katanya lugas.
Ia menambahkan, ketegasan dalam penertiban aset bukan hal baru. Banyak pemerintah daerah di provinsi lain telah lebih dulu melakukan langkah serupa dan terbukti berhasil mengembalikan aset yang selama ini dikelola tanpa kejelasan.
“Daerah lain sudah melakukan itu dan hasilnya jelas. Aset kembali, pendapatan meningkat, tata kelola membaik. Kaltim seharusnya bisa lebih dari itu,” katanya.
Lebih jauh, Komisi II DPRD Kaltim berharap penataan aset tidak berhenti pada penyelesaian kasus-kasus aset tidur. Husni menilai momentum ini harus dimanfaatkan untuk membenahi tata kelola aset Pemprov Kaltim secara menyeluruh, dari pencatatan, pemanfaatan, hingga pengawasan.
Menurutnya, pengelolaan aset yang profesional dan transparan akan membuka peluang besar bagi peningkatan PAD di tengah kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin besar, terutama dalam konteks Kalimantan Timur sebagai daerah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Kalau aset ditangani dengan benar, ini akan menjadi sumber pendapatan yang sangat besar bagi daerah. Tinggal kemauan dan ketegasan pemerintah untuk menertibkannya,” pungkas Husni.
MIN | ADV DPRD KALTIM
![]()











