SAMARINDA – Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sarkowi V Zahry, menekankan pentingnya pengelolaan program lingkungan hidup yang berbasis data akurat dan terukur. Menurutnya, upaya pemulihan dan perlindungan hutan tidak cukup hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), tetapi juga perlu memanfaatkan berbagai sumber pendanaan lain, termasuk dari mitra pembangunan.
“Kalau kita bicara program lingkungan, jangan hanya bergantung pada APBD saja. Kita juga bisa menggunakan dana-dana dari luar, termasuk dari mitra pembangunan,” kata Sarkowi di Samarinda, Selasa (16/12/2025).
Namun demikian, ia menilai pemanfaatan berbagai sumber pendanaan tersebut harus ditopang oleh basis data yang kuat dan terintegrasi. Pemerintah daerah, menurutnya, sudah saatnya serius “bermain data” dalam menyusun dan mengevaluasi kebijakan lingkungan.
“Harusnya sekarang kita sudah mulai main data. Yang sudah kita tanam itu luasannya berapa, lahan tandus yang tersisa berapa, itu harus jelas,” ujarnya.
Sarkowi menyoroti masih lemahnya data pembanding yang dimiliki pemerintah daerah. Ia menyebut, selama ini kerap muncul data dari berbagai lembaga, namun tanpa adanya standar pembanding yang jelas dari pemerintah.
“Kadang-kadang lembaga ini mengeluarkan data, lembaga lain juga mengeluarkan data, tapi pembandingnya tidak ada. Akhirnya jadi bias,” tegasnya.
Ia menilai kondisi tersebut berpotensi merugikan daerah, karena data yang tidak seragam dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk menilai kondisi kerusakan lingkungan secara sepihak.
“Pemerintah harus punya data pembanding sendiri soal luasan hutan kita. Mana yang masih bagus, mana yang sedang, mana yang rusak. Itu harus ada datanya sekarang ini,” katanya.
Menurut Sarkowi, perbedaan data sering kali terjadi karena perbedaan indikator dan definisi yang digunakan masing-masing lembaga. Hal ini membuat penilaian terhadap kondisi hutan menjadi tidak seragam.
“Indikator tiap orang berbeda. Ada yang menganggap hutan itu harus punya tinggi tegakan sekian. Padahal secara teori dan penetapan negara, meskipun itu semak belukar tapi sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan, ya itu tetap hutan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sarkowi juga menyinggung potensi pendanaan dari skema perdagangan karbon atau carbon fund. Ia menekankan bahwa pengelolaan dana karbon tidak bisa dilakukan sendiri oleh daerah dan membutuhkan koordinasi intensif dengan pemerintah pusat.
“Dana karbon itu harus ada koordinasi yang intens dengan pemerintah pusat. Karena leading sector-nya kan kementerian di pusat,” ujarnya.
Ia mendorong agar Pemerintah Provinsi Kaltim lebih proaktif membangun komunikasi dan sinkronisasi kebijakan dengan pemerintah pusat agar peluang pendanaan dari sektor karbon dapat dimanfaatkan secara optimal.
“Koordinasinya harus lebih intens. Supaya potensi yang kita punya ini benar-benar bisa dimanfaatkan untuk menjaga hutan dan lingkungan kita,” pungkas Sarkowi.
MIN | ADV DPRD KALTIM
![]()











