SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menegaskan bahwa tata kelola perkebunan di daerah itu harus mengikuti prinsip berkelanjutan untuk mencegah kerusakan ekologis yang kian mengancam.
Penegasan tersebut disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ahmad Muzakkir, yang membeberkan detil luas perkebunan serta kewajiban perusahaan menjaga area bernilai konservasi tinggi.
Menurut Muzakkir, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim 2023, zona pertanian yang di dalamnya mencakup perkebunan, pertanian pangan, hingga perikananmencapai 3,2 juta hektare. Namun tidak seluruhnya diperuntukkan khusus bagi perkebunan.
“Dari total itu, luas real perkebunan di Kaltim adalah 1,6 juta hektare. Komposisinya terdiri dari 1,3 juta hektare yang dikelola perusahaan besar swasta, sementara 349 ribu hektare sisanya adalah perkebunan rakyat,” kata Muzakkir, Rabu (10/12/2025).
Muzakkir menjelaskan, tata kelola perkebunan Kaltim mengacu pada Perda Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perkebunan Berkelanjutan. Aturan itu menjadi pedoman utama dalam pengawasan lingkungan, termasuk kewajiban perusahaan menjaga ekosistem di wilayah konsesi mereka.
“Pertanyaannya selalu soal apa dasar regulasinya. Perda 7/2018 itu menjawab semuanya. Di sana diatur bagaimana perkebunan harus dikelola secara sustainable—mulai dari perencanaan, pembukaan lahan, hingga perlindungan lingkungan hidup,” ujarnya.
Salah satu poin penting dalam perda itu adalah penetapan Area Nilai Konservasi Tinggi (NKT). Kaltim memiliki total 456 ribu hektare kawasan NKT yang tersebar hampir di seluruh perusahaan perkebunan.
Menurut Muzakkir, NKT dibentuk bukan sekadar untuk memenuhi standar sertifikasi perusahaan, tetapi merupakan instrumen ekologis penting yang wajib dijalankan.
“NKT punya tiga fungsi utama. Pertama, melindungi keanekaragaman hayati, termasuk habitat spesies langka dan endemik, mulai dari flora spesifik hutan tropis hingga orangutan,” ucapnya.
Fungsi kedua adalah menjaga jasa ekosistem kritis, terutama aliran air dan daya dukung tanah. Ia menegaskan, kawasan ini tidak boleh dibuka untuk perkebunan meski berada dalam konsesi perusahaan.
“Di area itulah pengendalian banjir bekerja. Ia menjaga tata air, mengurangi erosi, dan mencegah limpasan besar yang memicu banjir. Kalau kawasan ini hilang, fungsi ekosistemnya ikut hilang,” katanya.
Fungsi ketiga menyangkut nilai sosial budaya, seperti perlindungan situs penting, sumber air alami, dan ruang hidup masyarakat lokal.
“Ada lokasi-lokasi yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat atau punya nilai sejarah. Area seperti itu wajib dilindungi. Itu juga bagian dari nilai konservasi tinggi,” ujar Muzakkir.
Muzakkir menegaskan, seluruh petunjuk teknis pengelolaan perkebunan telah disusun merujuk pada Perda 7/2018. Ia optimistis penerapannya dapat menjaga keseimbangan lingkungan di tengah ekspansi perkebunan besar yang terus berlangsung.
“Kalau seluruh ketentuan ini dijalankan konsisten, saya yakin ekosistem Kalimantan bisa tetap terjaga. Regulasi kita cukup kuat, tinggal bagaimana implementasinya,” pungkasnya. (MIN)
Advetorial Diskominfo Kaltim
![]()












