GARUDASATU.CO, SAMARINDA – Pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor penginapan di Kota Samarinda disebut-sebut memiliki potensi yang cukup besar, namun serapan dari sektor tersebut dinilai belum optimal menyumbanh kas daerah.
Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Joni Sinatra Ginting menyebutkan, sejumlah klausul dalam Perda 09/2019 tentang perubahan kedua atas Perda 4/2011 Kota Samarinda kini sedang dalam kajian pihaknya.
“Kami melengkapi, karena banyak soal di Perda sebelumnya,” ucap Joni Sinatra Ginting, Selasa (27/9/2022)
Menurut Joni, regulasi yang mengatur skema penyaluran pajak dari rumah penginapan seperti hotel melati dan rumah kos di Samarinda masih abu-abu. Membuat serapan pajak dari sektor tempat penginapan tak berjalan optimal.
“Misalnya, kos-kosan yang dapat dikenai pajak hanya di atas 11 kamar. Itu perlu ditinjau ulang. Kadang pengusaha menyikapi hanya akan membuat 10 kamar agar tidak kena pajak,” jelas Joni.
Lebih lanjut Joni memaparkan, adapun revisi peraturan yang ada saat ini turut didasari kunjungan pihaknya beberapa waktu lalu di Kota Malang dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Serapan pajak mereka itu luar biasa, makanya kami sedang kaji ini. Kita punya perda, tapi kalau (pajak) tidak masuk apa-apa ke pemkot ya buat apa?,” imbuhnya.
Kasubbid Pajak Hotel, PPJ, dan Mineral Bukan Batuan dan Logam Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Samarinda, Helmi menuturkan, hingga 12 September 2022 PAD yang masuk dari losmen/rumah penginapan/pesanggrahan/rumah kos di Kota Samarinda sebesar Rp 464 juta. Angka ini melebihi dari target di APBD Murni 2022 sebesar Rp 387 juta.
Berdasarkan Pasal 6 dalam Perda 09/2019 dijelaskan Helmi, tarif pajak yang diambil dari rumah kos dengan 11-20 kamar adalah sebesar 5 persen. Kemudian rumah kos di atas 20 kamar 7 persen, dan hotel sebesar 10 persen dari total omset.
“Itu sudah berjalan sejak tahun 2011 lalu. Terkahir kali (Perda, Red) yang direvisi itu 2019, karena rumah kos minta diturunkan dari 10 persen turun ke 7 sampai 5 persen,” jelas Helmi kepada media ini. (Adv)