SAMARINDA – Pergantian kepemimpinan daerah sejatinya menjadi momentum konsolidasi birokrasi. Namun tanpa keputusan cepat, mesin pemerintahan bisa kehilangan daya dorong. Inilah yang menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Agus Suwandy, terkait masih adanya organisasi perangkat daerah (OPD) yang belum definitif pasca pelantikan gubernur.
Agus menegaskan, regulasi sejatinya telah memberi ruang dan kemudahan bagi gubernur untuk segera menunjuk kepala-kepala OPD setelah resmi menjabat. Kewenangan itu, kata dia, bersifat prerogatif dan sepenuhnya berada di tangan kepala daerah.
“Yang jelas kan sudah diberikan kemudahan kepada gubernur, pemerintah daerah, untuk melakukan penunjukan kepala-kepala OPD setelah dia menjabat. Kalau hak itu tidak dipakai, ya itu terserah gubernur. Itu hak prerogatif beliau,” ujar Agus di Samarinda, Juamt (19/12/2025).
Meski demikian, DPRD Kaltim menyayangkan apabila kewenangan tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Sebab, OPD yang dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt) atau masih kosong dinilai tidak akan bekerja maksimal, terutama dalam menjalankan program-program strategis daerah.
“Kita sangat menyayangkan saja. Karena kalau tidak definitif, berarti operasionalnya tidak maksimal. Kewenangannya juga terbatas,” tegasnya.
Bagi DPRD, yang paling penting adalah memastikan setiap OPD mampu bekerja secara penuh dan efektif. Tanpa kepemimpinan definitif, banyak keputusan strategis yang harus tertahan, berdampak langsung pada kinerja pemerintahan dan pelayanan publik.
“Yang penting buat kita di Dewan, setiap OPD itu melakukan kegiatan yang operasional. Kalau masih Plt atau belum terisi, ya pasti tidak maksimal,” kata Agus.
Lebih jauh, kondisi tersebut berpotensi menghambat serapan anggaran, terutama di awal tahun anggaran yang seharusnya menjadi fase percepatan.
Agus menyebut, DPRD menargetkan serapan APBD sudah mencapai 30–35 persen pada masa sidang pertama, yakni Januari hingga Februari.
“Kita berharap Januari-Februari, masa sidang pertama lah, serapan anggaran itu sudah bisa 30 sampai 35 persen. Ini kebiasaan yang harus terus kita pacu,” ujarnya.
Serapan anggaran yang cepat dan tepat, menurut Agus, tidak hanya berdampak pada kinerja pemerintah daerah, tetapi juga menjadi sinyal penting bagi pemerintah pusat dalam menilai keseriusan daerah menjalankan program prioritas.
“Pemerintah pusat juga melihat, kira-kira apa program prioritas yang digunakan oleh gubernur? Apa yang dilakukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi?” katanya.
Agus menegaskan, APBD sejatinya adalah stimulus pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah. Dari total pergerakan ekonomi Kalimantan Timur, kontribusi APBD memang hanya sekitar 20 persen, sementara sisanya digerakkan oleh sektor swasta. Namun, porsi 20 persen tersebut justru menjadi pemantik utama.
“APBD itu kan stimulus. Stimulus terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. PAD kita itu memacu pertumbuhan ekonomi hampir 20 persen. Sisanya swasta,” jelasnya.
Karena itu, jika stimulus dari APBD tidak berjalan akibat lemahnya pengelolaan atau lambannya pengambilan keputusan, maka target pertumbuhan ekonomi akan terancam.
Agus mengingatkan, pertumbuhan ekonomi Kaltim pada 2024 yang berada di angka 6,14 persen seharusnya bisa didorong lebih tinggi, bukan justru menurun.
“Kalau 20 persen itu tidak jalan, pertumbuhan ekonomi bisa turun. Kita berharap angka 6,14 persen itu naik. Tapi kalau tidak dikelola dengan baik, ya bisa turun,” ucapnya.
Ia pun menekankan bahwa kunci pengelolaan APBD sejatinya sederhana: perencanaan yang tepat, eksekusi yang cepat, dan sasaran yang jelas.
“Langkah-langkahnya itu sebenarnya sederhana: tepat, cepat, dan sasaran jelas. Itu saja,” pungkas Agus.
MIN | ADV DPRD KALTIM
![]()











