SAMARINDA – Dugaan kasus bullying yang terjadi di salah satu sekolah di Kota Tepian. Insiden yang semula disebut sebagai bentuk ketidaktahuan anak-anak itu justru membuka diskusi lebih luas tentang lemahnya pengawasan dan perlindungan anak di lingkungan pendidikan.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Syahariah Mas’ud, menilai peristiwa tersebut tidak bisa dipandang sebagai kejadian sepele antarsiswa. Menurutnya, kejadian itu mencerminkan adanya kelalaian serius dalam sistem pengawasan di sekolah.
“Kejadian ini tidak bisa dianggap sebagai persoalan biasa antara sesama anak. Ada tanggung jawab sekolah yang tidak boleh diabaikan,” ujar Syahariah saat dimintai tanggapan di Samarinda.
Syahariah menegaskan, peran guru tidak hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas. Guru juga memiliki tanggung jawab memastikan keamanan peserta didik, memantau perilaku siswa, serta menjaga dinamika kelas agar tetap kondusif dan aman.
Ia mempertanyakan bagaimana sebuah insiden yang terjadi di area sekolah yang relatif ramai bisa berlangsung tanpa adanya intervensi atau pengawasan dari pendidik.
“Ini terjadi di area sekolah, bukan di tempat terpencil. Seharusnya pengawasan melekat. Kalau sampai luput, berarti ada yang perlu dievaluasi,” tegas politisi Partai Golkar tersebut.
Syahariah menyayangkan adanya pandangan yang menganggap peristiwa itu sebagai ketidaksengajaan atau sekadar dinamika anak-anak. Menurutnya, pernyataan semacam itu justru menunjukkan lemahnya kesadaran terhadap pentingnya perlindungan anak di sekolah.
Baginya, setiap bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikologis, tetap harus ditangani secara serius karena dapat berdampak panjang terhadap tumbuh kembang anak.
“Kalau kita terus menganggap ini hal biasa, maka ruang aman bagi anak-anak akan semakin sempit,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Syahariah juga menyinggung pola kerja sebagian guru yang dinilai masih kurang efektif. Ia menggambarkan praktik pembelajaran yang hanya berfokus pada penyampaian materi di papan tulis, sementara kondisi kelas dibiarkan berjalan tanpa pengawasan yang memadai.
“Pola seperti ini membuka celah terjadinya kekerasan antarsiswa tanpa segera terdeteksi. Guru harus hadir secara utuh, bukan hanya secara administratif,” ujarnya.
Untuk mencegah kejadian serupa terulang, Syahariah mendesak Dinas Pendidikan Kalimantan Timur menyusun bimbingan teknis yang menegaskan kembali peran strategis guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan ramah anak.
Menurutnya, kasus ini harus menjadi alarm keras bagi seluruh satuan pendidikan, bukan hanya di Samarinda, tetapi juga di daerah lain di Kaltim.
Komisi IV DPRD Kaltim, lanjutnya, akan membahas kasus tersebut secara internal untuk memastikan adanya tindak lanjut yang tepat. Ia juga meminta agar sosialisasi pencegahan kekerasan di sekolah diperkuat, baik bagi guru maupun siswa.
“Kualitas pendidikan tidak hanya diukur dari proses belajar mengajar, tetapi juga dari kemampuan sekolah melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan,” pungkasnya.
MIN | ADV DPRD KALTIM
![]()











