GARUDASATU.CO

Dukung Penegakan Hukum Yang Humanis, Kajari Samarinda Kembali Terbitkan Penghentian Penuntutan

GARUDASATU.CO, SAMARINDA-Kejaksaan Negeri Samarinda, Firmansyah Subhan, S.H., M.H. telah menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) terhadap 5 (lima) orang Tersangka, Selasa (5/9/2023).

Adapun penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang dilakukan adalah atas nama tersangka Firdiansyah alias Ferdi disangka telah melakukan perkara Tindak Pidana Penganiayaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 Ayat (1) KUHP dan tersangka Kiky Pratama disangka telah melakukan perkara Tindak Pidana Penganiayaan sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 351 Ayat (1) KUHP.

Di tempat yang sama tersangka Muhammad Yusran disangka telah melakukan perkara Tindak Pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009;

Berikutnya tersangka Safrudin disangka telah melakukan perkara Tindak Pidana Pencurian sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 362 KUHP serta tersangka Zainal Ilmi disangka telah melakukan perkara Tindak Pidana Penadahan sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 480 Ke-1 KUHP.

Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda Firmansyah Subhan menyerahkan SKP2 kepada para Tersangka, disaksikan oleh para Kepala Seksi, Jaksa Penuntut Umum, Korban, Keluarga Korban, Keluarga Tersangka, Staff Seksi Tindak Pidana Umum, Penyidik dan Tokoh Masyarakat. Seremonial pelepasan rompi tahanan kemudian dilaksanakan setelah adanya penandatanganan SKP2.

Perlu diketahui bahwa atas 5 perkara tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya telah memfasilitasi pertemuan antara masing-masing Korban dan para Tersangka dalam waktu yang berbeda sebagai langkah pertama pelaksanaan Restorative Justice sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Dalam upaya mediasi tersebut, Tersangka telah meminta maaf secara langsung kepada Korban dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Bahwa Korban tidak merasa keberatan menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan dan bersedia untuk memaafkan Tersangka,” ujar Firmansyah Subhan.

“Adapun hasil dari mediasi ini adalah pihak Korban dan Tersangka sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan,” pungkasnya.

Sebelumnya pada hari Kamis, 31 Agustus 2023, Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Firmansyah Subhan, S.H., M.H. didampingi oleh Kepala Sub Bagian Pembinaan, Alfano Arif Hartoko, S.H., Kepala Seksi PB3R, Julius Michael Butar-Butar, S.H., bersama para Jaksa Penuntut Umum telah melaksanakan Ekspose/Pemaparan Perkara Restorative Justice kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM) Kejaksaan Republik Indonesia.

Hadir dalam kegiatan ekspose, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI yang diwakilkan oleh Plt. Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (OHARDA), Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Hari Setiyono, S.H., M.H., Asisten Bidang Tindak Pidana Umum, Koordinator dan Kasi/JPU Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kaltim.
DASAR HUKUM PELAKSANAAN RJ:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI;
2. Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan keadilan Restoratif (“PERJA Nomor 15 Tahun 2020”);
3. Surat Edaran Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (“SE Nomor : 01/E/EJP/02/2022”); dan
4. Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana;
5. Surat Perintah untuk Memfasilitasi Proses Perdamaian Berdasarkan Keadilan Restoratif.

PERTIMBANGAN DILAKSANAKANNYA RJ:
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan bagi Jaksa Penuntut Umum dalam melaksanakan Restorative Justice diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Adapun syarat dan ketentuannya adalah sebagai berikut:
Pasal 5 Ayat (1):
Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:
a. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
b. tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
c. tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Pasal 5 Ayat (6):
Selain memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat:
a. telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh Tersangka dengan cara:
1. mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada Korban;
2. mengganti kerugian Korban;
3. mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana; dan/ atau
4. memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana;
b. telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka; dan
c. masyarakat merespon positif.
Bahwa setelah dilakukan Ekspose/Pemaparan Perkara dan setelah melakukan pertimbangan, JAM PIDUM menyetujui permohonan yang diajukan dan memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Sumber: Kasi Intelijen Kejari Samarinda

Loading

BAGIKAN:

[printfriendly]
[printfriendly]

TINGGALKAN KOMENTAR ANDA

BERITA TERKAIT

BERITA POPULER

REKOMENDASI

Copyright© PT Garudasatu Media Indonesia